Menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah dan tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan atau Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan di Bidang Peternakan
b. FUNGSI
a. Merumuskan kebijakan Teknis di Bidang Peternakan
b. Melaksanakan bimbingan teknis di bidang peternakan
c. Pemberian izin dan pembinaan usaha di bidang peternakan
d. Penyiapan bahan bimbingan dan pelaksanaan penyuluhan dibidang peternakan
e. Penyiapan bahan bimbingan dan pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan.
f. Pengkajian dan penerapan teknologi anjuran di bidang peternakan.
g. Penyiapan kebutuhan dan bimbingan penggunaan sarana dan prasarana di bidang peternakan.
h. Pelaksanaan bimbingan, pembinaan, pelatihan dan penyuluhan dalam rangka peningkatan keterampilan petugas dan petani.
i. Melaksanakan ketatausahaan dan rumah tangga dinas
j. Melaksanakan koordinasi dalam arti membina hubungan kerja sama dengan dinas / lembaga teknis daerah lainnya atau pihak ketiga dalam rangka pengembangan di bidang peternakan.
Menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah dan tugas pembantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan atau Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan di Bidang Peternakan
b. FUNGSI
a. Merumuskan kebijakan Teknis di Bidang Peternakan
b. Melaksanakan bimbingan teknis di bidang peternakan
c. Pemberian izin dan pembinaan usaha di bidang peternakan
d. Penyiapan bahan bimbingan dan pelaksanaan penyuluhan dibidang peternakan
e. Penyiapan bahan bimbingan dan pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan.
f. Pengkajian dan penerapan teknologi anjuran di bidang peternakan.
g. Penyiapan kebutuhan dan bimbingan penggunaan sarana dan prasarana di bidang peternakan.
h. Pelaksanaan bimbingan, pembinaan, pelatihan dan penyuluhan dalam rangka peningkatan keterampilan petugas dan petani.
i. Melaksanakan ketatausahaan dan rumah tangga dinas
j. Melaksanakan koordinasi dalam arti membina hubungan kerja sama dengan dinas / lembaga teknis daerah lainnya atau pihak ketiga dalam rangka pengembangan di bidang peternakan.
Struktur organisasi Dinas Peternakan yang berdasarkan Peraturan Daerah No. 22 Tahun 2002 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan Kab. Sinjai terdiri dari Kepala Dinas, 1 Bagian, 3 Sub Dinas , 9 Seksi , Kelompok Jabatan Fungsional dan UPTD
Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana instansi Dinas harus dibawa dan berkarya agar konsisten dan dapat eksis, antisipatif, inovatif serta produktif. Visi tidak lain adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan dalam instansi dinas. Dengan mengacu pada batasan tersebut, Visi Dinas Peternakan Sinjai sebagai beriku :
“Terwujudnya Masyarakat Tani yang Maju Berkembang Secara Mandiri Melalui Pembangunan Peternakan Tangguh dan berbasis Sumber Daya Lokal”
Makna pokok yang terkandung dalam Visi Dinas Peternakan Sinjai tersebut antara lain : Di masa yang akan datang diharapkan dapat diwujudkan petani yang sejahtera dengan mengandalkan potensi dan kemandirian yang ada pada mereka melalui Pembangunan Sektor Peternakan melalui Pemanfaatan Sumber Lokal, sehingga seoptimal mungkin, sasaran tersebut dapat dicapai melalui optimalisasi pemanfaatan potensi internal.
Untuk memenuhi Visi tersebut, Dinas Peternakan Sinjai mencanangkan Misi sebagai berikut :
1. Membina dan mengembangkan peluang usaha dibidang peternakan, meraih keunggulan dan daya saing dan berbasis pada peternakan rakyat.
2. Menciptakan ketahanan pangan masyarakat melalui penyediaan pangan yang bernilai gizi tinggi.
Hari pertama PNS berkantor, usai liburan DISNAK SINJAI, - Usai liburan panjang dan cuti bersama pasca hari raya idul fitri 1432 hijriah, para pegawai negeri sipil ( PNS ) harus kembali melakukan aktivitas. Di kabupaten Sinjai, pantauan karebanews saat upacara berlangsung di halaman kantor bupati Sinjai, ratusan PNS memenuhi halaman upacara. Begitu pula PNS yang terlambat mengikuti upacara, juga memadati badan jalan di depan dan samping kanan kantor bupati Sinjai.
Pelaksana tugas ( plt ) sekretaris daerah kabupaten Sinjai, Taiyyeb A. Mappasere yang menjadi pembina upacara menyampaikan bahwa, dari hari ke hari disiplin PNS di Sinjai semakin meningkat. “terbukti hari ini, upacara berlangsung semarak dan dihadiri seluruh PNS meski kita tidak pernah mengeluarkan ancaman sanksi bagi PNS yang menambah libur,” katanya
Kepada karebanews usai upacara, Taiyyeb menyampaikan bahwa dirinya tidak akan menggelar inspeksi mendadak ( sidak ) ke kantor-kantor,” untuk apa sidak, kamu lihat saja tadi.Halaman kantor bupati tidak bisa menampung PNS yang mengikuti upacara. Artinya, mereka semua sudah hadir,” jelasnya.
Setelah pelaksanaan upacara dihalaman kantor bupati Sinjai, seluruh PNS dengan inisiatif sendiri saling berjabat tangan dan bermaaf-maafan sebagai tanda suka cita usai pelaksanaan hari raya lebaran.
DISNAK SINJAI, - Menyikapi banyaknya permintaan es krim dari masyarakat, dinas peternakan kabupaten Sinjai berencana menambah jumlah produksi es krim yang berbahan baku susu, hasil olahan koperasi Sintari di kecamatan Sinjai Barat. Guna meningkatkan hasil produksi ini, dinas peternakan (disnak) Sinjai mendatangkan mesin miksing es krim berkapasitas besar.
“dengan mesin mixing ini, kita bisa memproduksi es krim sebanyak lima ribu cup perhari,” kata Kepala dinas peternakan Sinjai, Aminuddin Zainuddin, kepada karebanews.com, Rabu ( 24/8 ) siang. Kadisnak Sinjai berharap, dengan adanya mesin miksing ini, maka Sinjai bisa menambah penghasilan daerah dari hasil penjualan es krim yang di beri nama sanshu ini.
Es krim Sanshu, mulai di luncurkan sejak tanggal 27 Februari 2007 atau bertepatan hari jadi Sinjai. Hingga saat ini, disnak Sinjai terus melakukan inovasi, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas es krim produksi Sinjai ini.
DISNAK SINJAI, - Pengembangan produksi susu di Kabupaten Sinjai yang dirintis sejak tahun 2004 silam terus mengalami perkembangan, bahkan saat ini produksinya mulai dikenal masyarakat luas di Sulawesi Selatan. Olehnya, pemerintah melalui Dinas Peternakan terus berupaya mengembangkan sektor tersebut dengan intensif melakukan manajemen pemeliharaan dan kesehatan ternak sapi perah, dibawah pengawasan dokter hewan dan sarjana peternakan yang profesional, disamping itu juga dilakukan pembinaan kepada peternak serta menambah jumlah populasi sapi perah di daerah ini.
Penegasan itu disampaikan langsung Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sinjai, drh. Aminuddin Zainuddin saat menerima perwakilan dari Japan Livestok Industri Association yang melihat secara langsung pengembangan peternakan sapi perah dan produksi susu olahan di Desa Balakia, Kecamatan Sinjai Barat, Senin (27/07). Mereka diterima langsung oleh Bupati Sinjai, Andi Rudiyanto Asapa, SH, didampingi Asisten I Tata Pemerintahan, A. Syamsul Ridjal Amier, S.Sos, Asisten II Perekonomian, H. Muhlis Isma, SE, M.Si, Plt. Camat Sinjai Barat, Agung Budi Prayogo, S.Ip, unsur Muspika dan puluhan petani peternak sapi perah yang ada di Kecamatan Sinjai Barat.
“Saat ini Populasi sapi perah di kabupaten Sinjai mencapai kurang lebih 500 ekor, tersebar di dua wilayah yakni Kecamatan Sinjai Barat dan Kecamatan Sinjai Borong, dan kami juga sudah melirik beberapa kawasan yang cukup potensial untuk pengembangan sapi perah dengan melihat ketersediaan pakan ternak serta pola pikir masyarakat yang tertarik untuk mengembangkan sektor peternakan” kata Aminuddin.
Disinggung mengenai kapasitas produksinya, ia menjelaskan bahwa saat ini dari jumlah populasi ternak sapi perah yang ada telah mampu menghasilkan lebih kurang 10,000 liter susu setiap bulannya. “Populasi sapi perah saat ini sekitar 500 ekor, sudah termasuk bibit sapi perah dan sapi yang sudah dapat berproduksi, saat ini ada sekitar 40 ekor sudah berproduksi dengan kapasitas produksi perharinya antara 350 hingga 400 liter, sehingga bila dikalkulasi perbulannya mampu memproduksi sekitar 8,000 hingga 10,000 liter” tukas Aminuddin.
Sementara, Bupati menyambut baik kunjungan perwakilan pemerintah Jepang untuk melihat perkembangan populasi sapi perah dan produksi susu di daerah ini. “Saya atas nama pemerintah Kabupaten Sinjai sangat berterima kasih kepada pihak pemerintah Jepang atas kesediannya untuk melihat potensi pengembangan produksi susu yang saat ini kami rintis, dan sekedar informasi bahwa hanya 2 daerah yang jadi pusat pengembangan sapi perah di Sulawesi Selatan yakni Sinjai dan Enrekang” terang Bupati. Masih menurutnya, saat ini peluang pangsa pasar produk susu Sinjai telah terbuka dan sudah mulai di kenal di berbagai daerah.
“Saat ini kami telah memproduksi susu pasteurisasi dengan nama SUSIN dan juga Es Krim yang kami beri merk SHANSU, dan rencana jangka panjangnya kami akan mencoba memproduksi susu sterilisasi dan juga susu bubuk yang tingkat ketahanannya bisa lebih lama lagi sehingga nantinya produksi susu Sinjai dapat bersaing dengan produk sejenis yang telah beredar dipasaran. Salah satu langkah strategi pemasaran ialah pendirian outlet di Bandara Sultan Hasanuddin, disitu kami menyediakan berbagai produk lokal kabupaten Sinjai, salah satunya adalah susin dan shansu” ucap Rudi, panggilan akrab Rudianto Asapa.
Perwakilan Pemerintah Jepang, Mr. Tsuyoshi Hishinuma melalui translaternya mengatakan dari beberapa penjabaran konsep pemerintah Sinjai yang dikemukakan oleh Bupati, pihaknya memberi respon positif terhadap rencana pengembangan produk susu di daerah ini. “Di negara kami, untuk kebutuhan susu bubuk di import langsung dari Australia dan New Zealand, sedangkan produksi susu dalam negeri di fokuskan pada produksi susu steril, hal ini sejalan dengan konsep pengembangan susu di Sinjai, dimana dalam penjelasannya tadi beliau (Bupati.red) tetap fokus pada produksi susu steril dan kelebihan stoknya akan di alihkan ke pembuatan susu bubuk, ini suatu konsep yang sangat baik dan saya yakin di masa akan datang, bila konsep ini di terapkan maka Sinjai dapat menjadi salah satu daerah pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia” jelas Hishinuma. Rombongan pemerintah jepang tersebut berjumlah 3 orang, yakni Mr. Tyuyoshi Hishinuma, Mr. Shintaro Inatsuki dan Mr. Yoshihama.
Sejarah berdirinya Dinas Peternakan Kabupaten Sinjai diawali dengan terbentuknya Kantor Kehewanan pada tahun 1970. Dimana pejabat kepala kantor pada saat itu dipercayakan kepada A. Mappatoba oleh Bupati Sinjai ke – 3, Drs. H. M. Nur Tahir. Kantor yang terletak di jalan Veteran, Kelurahan Biringere, Kecamatan Sinjai Utara menampung 15 (lima belas) orang pegawai hingga tahun 1974, dimana tahun ini juga terjadi penggantian pimpinan dari A. Mappatoba kepada Hasanudddin.
Setahun kemudian (1975) terjadi kembali penggantian kepala kantor dari Hasanuddin ke Chaeruddin. Akibat pejabat lama beralih tugas menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sinjai, Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Pejabat tersebut dilakukan oleh Bupati Sinjai ke – 4 yaitu Drs. H. Andi Bintang sekaligus ditandai dengan perubahan status dari kantor Kehewanan menjadi Dinas Peternakan Kabupaten Sinjai.
Oleh karena tuntutan tugas dan fungsi dinas yang semakin berat maka pada tahun 1989 Kantor Dinas Peternakan dipindahkan dari Jalan Veteran ke jalan Basuki Rahmat Kelurahan Biringere dengan menempati rumah jaga RPH (Rumah Potong Hewan) sampai dengan selesainya bangunan kantor baru yang beralamat di Jalan Wolter Monginsidi No. 7 Sinjai pada tahun 1991.
Pada tahun 1995, saat H. M. Roem, SH menjabat sebagai Bupati Sinjai terjadi lagi pergantian Pejabat Kepala Dinas dari Chaeruddin yang telah memasuki masa pensiun kepada Ir. Musdar Tamin Chairan yang sebelumnya menjadi Kepala Seksi Penyuluhan pada Dinas Peternakan Kab. Sinjai. Selama kurang lebih 5 (lima) tahun kepemimpinan Ir. Musdar Tamin Chairan, sebagai Kepala Dinas Peternakan relatif cukup banyak mengalami kemajuan diantaranya Program Gerakan Menanam Rumput secara Serempak (GEMARAMPAK), intensifikasi kegiatan inseminasi buatan (IB) dan vaksinasi ternak secara berkala.
Pada penghujung Tahun 1999, telah terjadi pergantian pimpinan dari Ir. Musdar Tamin Chairan kepada Drh Aminuddin Zainuddin. Dimana pejabat lama mendapat tugas baru pada Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan pejabat lama sebelumnya menjabat sebagai Staf Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan. Seiring dengan semangat reformasi dengan penerapan otonomi daerah pada setiap Kabupaten dan Kota, maka jajaran Dinas Peternakan dibawah kendali Drh Aminuddin Zainuddin mulai memasuki era baru yang ditandai dengan semakin beragamnya komoditi ternak yang dikembangkan, diantaranya; Pengembangan Kambing Boerawa, Pengembangan Pusat Pembibitan Ayam Buras (RRMC),- Penempatan Desa Gunung Perak Kecamatan Sinjai Barat, sebagai Kawasan Sentra Pengembangan Agribisnis sapi perah di Kabupaten Sinjai.
Perampingan kelembagaan pemerintah yang ditandai dengan lahirnya PERDA Nomor 6 Tahun 2001 tentang Organisasi Tata Kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sinjai, maka sejak 5 Pebruari 2001 sampai dengan 28 Januari 2003. Dinas Peternakan berubah status menjadi Sub Dinas Peternakan pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupapaten Sinjai dibawah pimpinan Ir. H. Muh Jamil, dengan alamat Kantor jalan Persatuan Raya No 27 Sinjai. Satu tahun kemudian Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Sinjai di pisah, Dinas Peternakan berdiri sendiri melalui Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 22 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Peternakan Kab. Sinjai dan kembali berkantor di jalan Wolter Monginsidi. Drh. Aminuddin Zainuddin resmi menjabat selaku Kepala Dinas Peternakan setelah di angkat dan dilantik oleh Bupati Sinjai H. Moh. Roem, SH sesuai Surat Keputusan Bupati Sinjai Nomor 821.2-001 tertanggal 28 Januari 2003. Pada tahun 2004 karena adanya sengketa tanah yang dimenangkan oleh pihak penggugat, maka Dinas Peternakan pindah kantor di Gedung Pertiwi jalan Arief Rahman Hakim No. 2 selama kurang lebih dua tahun. Pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Sinjai membangun kantor baru untuk Dinas Peternakan yang berlokasi di jalan Lamatti dan penggunaannya diresmikan oleh Bupati Sinjai Andi Rudiyanto Asapa pada Rabu tanggal 9 Mei 2006.
Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu budidaya penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil.
II. Penggemukan
Penggemukan sapi potong adalah pemeliharaan sapi dewasa dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan).
Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong adalah :
1. Jenis-jenis Sapi Potong.
Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :
A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.
B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.
C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.
D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.
E. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik
2. Pemilihan Bakalan.
Bakalan merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan. Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman. Ciri-ciri bakalan yang baik adalah :
Berumur di atas 2,5 tahun.
Jenis kelamin jantan.
Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada 133 cm.
Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit).
Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus.
Kotoran normal
III. Tatalaksana Pemeliharaan. 3.1. Perkandangan.
Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan.
3.2. Pakan.
Berdasarkan kondisi fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen.
Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.
Penentuan kualitas pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh enzim pencernaan.
Oleh karena itu PT. NATURAL NUSANTARA juga mengeluarkan suplemen khusus ternak yaitu VITERNA Plus, POC NASA, dan HORMONIK. Produk ini, khususnya produk VITERNA Plus menggunakan teknologi asam amino yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh sapi, yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak.
VITERNA Plus mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak, yaitu :
Mineral-mineral sebagai penyusun tulang, darah dan berperan dalam sintesis enzim, yaitu N, P, K, Ca, Mg, Cl dan lain-lain.
Asam-asam amino, yaitu Arginin, Histidin, Leusin, Isoleusin dan lain-lain sebagai penyusun protein, pembentuk sel dan organ tubuh.
Vitamin lengkap yang berfungsi untuk berlangsungnya proses fisiologis tubuh yang normal dan meningkatkan ketahanan tubuh sapi dari serangan penyakit.
Asam - asam organik essensial, diantaranya asam propionat, asam asetat dan asam butirat.
Sementara pemberian POC NASA yang mengandung berbagai mineral penting untuk pertumbuhan ternak, seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe dan lain-lain serta dilengkapi protein dan lemak nabati, mampu meningkatkan pertumbuhan bobot harian sapi, meningkatkan ketahanan tubuh ternak, mengurangi kadar kolesterol daging dan mengurangi bau kotoran.
Sedangkan HORMONIK lebih berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh bagi ternak. Di mana formula ini akan sangat membantu meningkatkan pertumbuhan ternak secara keseluruhan.
Cara penggunaannya adalah dengan dicampurkan dalam air minum atau komboran pakan konsentrat. Caranya sebagai berikut :
Campurkan 1 botol VITERNA Plus (500 cc) dan 1 botol POC NASA (500 cc) ke dalam sebuah wadah khusus. Tambahkan ke dalam larutan campuran tersebut dengan 20 cc HORMONIK. Aduk atau kocok hingga tercampur secara merata.
Selanjutnya berikan kepada ternak sapi dengan dosis 10 cc per ekor. Interval 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore hari.
3.3. Pengendalian Penyakit.
Dalam pengendalian penyakit, yang lebih utama dilakukan adalah pencegahan penyakit daripada pengobatan, karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah :
a. Pemanfaatan kandang karantina. Sapi bakalan yang baru hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui pada saat proses pembelian. Disamping itu juga untuk adaptasi sapi terhadap lingkungan yang baru. Pada waktu sapi dikarantina, sebaiknya diberi obat cacing karena berdasarkan penelitian sebagian besar sapi di Indonesia (terutama sapi rakyat) mengalami cacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, tetapi akan mengurangi kecepatan pertambahan berat badan ketika digemukkan. Waktu mengkarantina sapi adalah satu minggu untuk sapi yang sehat dan pada sapi yang sakit baru dikeluarkan setelah sapi sehat. Kandang karantina selain untuk sapi baru juga digunakan untuk memisahkan sapi lama yang menderita sakit agar tidak menular kepada sapi lain yang sehat.
b. Menjaga kebersihan sapi bakalan dan kandangnya. Sapi yang digemukkan secara intensif akan menghasilkan kotoran yang banyak karena mendapatkan pakan yang mencukupi, sehingga pembuangan kotoran harus dilakukan setiap saat jika kandang mulai kotor untuk mencegah berkembangnya bakteri dan virus penyebab penyakit.
c. Vaksinasi untuk bakalan baru. Pemberian vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax.
Beberapa jenis penyakit yang dapat meyerang sapi potong adalah cacingan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), kembung (Bloat) dan lain-lain.
IV. Produksi Daging.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah
1. Pakan.
Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat.
2. Faktor Genetik.
Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi.
3. Jenis Kelamin.
Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar.
4. Manajemen.
Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat.
Secara umum, sapi perah merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya. Salah satu bangsa sapi perah yang terkenal adalah Sapi perah Fries Holland (FH). Sapi ini berasal dari Eropa, yaitu Belanda (Nederland), tepatnya di Provinsi Holland Utara dan Friesian Barat, sehingga sapi bangsa ini memiliki nama resmi Fries Holland dan sering disebut Holstein atau Friesian saja (Foley, dkk., 1973; Williamson dan Payne. 1993).
Sapi FH mempunyai karakteristik yang berbeda dengan jenis sapi lainnya yaitu :
* Bulunya berwarna hitam dengan bercak putih.
* Bulu ujung ekor berwarna putih.
* Bulu bagian bawah dari carpus (bagian kaki) berwarna putih atau hitam dari atas turun ke bawah.
* Mempunyai ambing yang kuat dan besar.
* Kepala panjang dan sempit dengan tanduk pendek dan menjurus ke depan.
* Pada jenis Brown Holstein, bulunya berwarna cokelat atau merah dengan putih (Foley dkk., 1973; Ensminger, 1980; dan Makin dkk., 1980).
Sapi FH merupakan jenis sapi perah dengan kemampuan produksi susu tertinggi dengan kadar lemak lebih rendah dibandingkan bangsa sapi perah lainya. Produksi susu sapi perah FH di negara asalnya mencapai 6000-8000 kg//ekor/laktasi, di Inggris sekitar 35% dari total populasi sapi perah dapat mencapai 8069 kg/ekor/laktasi (Arbel dkk., 2001).
Bagaimana dengan sapi FH yang berada di Indonesia ?. Sapi perah FH masuk ke Indonesia dibawa oleh Hindia Belanda pada tahun 1891-1893 dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sapi perah lokal. Sapi perah FH murni telah ada di Jawa Barat sejak tahun 1900, tepatnya di daerah Cisarua dan Lembang. Dari kedua daerah inilah sapi perah FH kemudian menyebar ke beberapa daerah di Jawa Barat (Makin dkk., 1980).
Sayangnya, produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah FH di Indonesia ternyata lebih rendah, berkisar antara 3000-4000 liter per laktasi. Produksi rata-rata sapi perah di Indonesia hanya mencapai 10,7 liter per ekor per hari (3.264 liter per laktasi) (Chalid, 2006).
Susu, adalah hasil akhir dari rangkaian proses fisiologis yang kompleks dan berulang sehingga terjadi banyak macam interaksi yang berperan dalam menentukan produksi susu. Interaksi yang mempengaruhi produksi susu di antaranya hereditas dan lingkungan.
Faktor lingkungan memegang peranan penting terhadap proses fisiologis dalam tubuh ternak sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi kapasitas produksi susu (Sudono, 1990). Menurut penelitian Williamson dan Payne, 1993, pada daerah tropis produksi yang dihasilkan bergantung pada :
1. Teknis pemeliharaan.
2. Kualitas pakan.
3. Ketinggian tempat sapi tersebut dipelihara (iklim).
Teknis pemeliharaan : menjadi penting karena pada sapi FH kapasitas produksi akan selalu mengalami peningkatan dari laktasi pertama ke laktasi selanjutnya, dan meningkat terus sampai umur 6–8 tahun. Setelah periode ini, produksinya akan menurun secara perlahan sampai usia tua. Pada sapi perah FH, umumnya puncak produksi susu dicapai pada laktasi keempat, yaitu pada saat sapi berumur 6–7 tahun (Larkin dan Barret, 1994). Di daerah tropis, puncak produksi susu dicapai pada laktasi ketiga atau keempat. Rincian kapasitas produksi pada laktasi pertama, kedua, ketiga, dan keempat secara berurutan adalah 70, 80, 90, dan 95% dari puncak laktasi umur dewasa. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara mengatur selang waktu beranak rata-rata 12 bulan serta sapi beranak untuk pertama kalinya pada umur 2 tahun.
Kualitas pakan : berpengaruh paling besar pada produksi susu (Diwyanto dkk., 2007). Jumlah pemberian pakan hijauan dan konsentrat dapat mempengaruhi jumlah produksi susu dan kadar lemak. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan atau memenuhi hidup pokok, produksi susu, pertumbuhan, dan kebuntingan sehingga akan dicapai produksi susu yang optimal.
Faktor iklim : apabila lingkungan fisik dan iklim suatu daerah sesuai dengan habitat asalnya dan sapi diberi pakan berkualitas , maka sapi tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Suhu lingkungan yang tinggi akan menurunkan nafsu makan dan mengurangi konsumsi pakan seekor sapi perah sehingga menghambat produksi susu sapi tersebut (Sutardi, 1981).
Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5ºC tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21ºC (Brody, 1945; Hafez, 1968). Apabila suhu melebihi 21ºC, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23ºC, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah asalnya (Williamson dan Payne, 1978).
Faktor iklim ini masih dapat diatasi dan tidak banyak berpengaruh apabila sapi perah tersebut diberi pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya (Sudono, 1985).